Minggu, 19 April 2015

Subsidi Pupuk

Anggaran Subsidi Pupuk Organik Dicabut, 

Ini Alasan DPR

By   on  17:05 WIB


Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berniat mencabut anggaran subsidi pupuk organik dengan mempertimbangkan sejumlah alasan. Selama ini subsidi pupuk organik pun juga tidak langsung dirasakan oleh petani.Ketua Komisi IV DPR RI, Rohmaturmurzy mengatakan, pencabutan subsidi pada pupuk organik lantaran kebutuhan akan pupuk tersebut lebih kecil dibandingkan pupuk anorganik sehingga subsidinya pun direlokasi ke pupuk anorganik."Hasil raker bersama Kementan, memang dilakukan realokasi, karena tahun 2013 mengalami kekurangan pupuk anorganik, makanya kita realokasikan subsidi pupuk organik kesana," ujarnya di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (11/2/2014).



Alasan lain, dia menilai saat ini petani dapat memproduksi pupuk organik sendiri melalui program Kementerian Pertanian yakni UPO. Selain itu, subsidi yang selama ini ditujukan untuk pupuk organik ini tidak langsung ke petani, melainkan ke pabrik-pabrik pembuat pupuk. "Ini sudah salah sejak awal desain tata niaganya, harusnya bisa diproduksi rakyat sendiri bukan harus bergantung pada pemerintah," lanjutnya.



Sementara itu, anggota Komisi IV DPR, Wan Abubakar menyebutkan, keputusan untuk menyetop subsidi pupuk organik ini akan menghemat anggaran subsidi pupuk mencapai 50%. Namun diakuinya keputusan ini realokasi subsidi ini belum final.  "Subsidi organik agar mengurangi anggaran, ini belum putus. Lebih lanjut bisa menghemat 50% anggaran subsidi pupuk," tandasnya.



Keputusan Komisi IV DPR RI yang mencabut subsidi pupuk organik disesalkan oleh Menteri BUMN Dahlan Iskan. Dahlan menilai keputusan pencabutan subsidi tersebut berpengaruh terhadap upaya pemerintah dalam menciptakan ketahanan pangan nasional. (Dny/Ahm)





Subsidi Pupuk Organik Dihapus, 180 Pabrik Gulung Tikar
By   on  10:03 WIB
          



Keputusan DPR tersebut juga memberikan harapan kepada para pengusaha pupuk. Dahlan pernah mengatakan, bila subsidi pupuk organik dicabut maka 180 pabrik kecil pupuk organik terancam gulung tikar."Saya yakin 180 pabrik kecil pupuk organik sangat gembira atas putusan itu, dan program pemulihan lahan sawah kembali berjalan," kata Dahlan.



Dahlan menambahkan, dirinya akan segera memerintahkan PT Petrokimia Gresik sebagai pembeli tunggal pupuk subsidi untuk segera menindaklanjuti keputusan DPR tersebut."Saya akan minta PT Petrokimia segera menindaklanjutinya, dengan cara meminta pabrik-pabrik kecil pupuk organik untuk buka lagi," kata mantan Dirut PLN itu.



Dengan begitu maka PT Petrokimia Gresik akan tetap membeli pupuk organik dari pabrik-pabrik tersebut dengan harga Rp 1.200 per kilogram (kg). Pupuk itu diolah kembali dengan teknologi modern dan dibuat standar. Misalnya ditambah mixtro (produk petrokimia). 



Tak hanya itu, pupuk itu juga harus dipanaskan dengan suhu 350 derajat celsius untuk mematikan gulma, bakteri, dan jamur yang merugikan tanaman padi. Setelah itu pupuk tersebut dijual ke petani dengan harga Rp 500 per kg.  "Dengan demikian, pemerintah memberikan subsidi Rp 700 per kg," terang Dahlan. (Yas/Ahm)




Subsidi Pupuk Organik akan Dihapus, 

Kementerian BUMN Cari Solusi

By  on  12:43 WIB

Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berupaya mencari solusi untuk menghadapi subsidi pupuk organik yang akan dihapus oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Hal itu dilakukan untuk memperkuat ketahanan pangan. Menteri BUMN Dahlan Iskan pun mengumpulkan direktur perusahaan BUMN sektor pangan pada pekan depan. Rencana itu diungkapkannya terkait tindak lanjut pencarian solusi kepada para petani mengingat rencana subsidi pupuk organik yang mulai dihapus oleh Komisi IV DPR RI. "Di saat Indonesia ingin pertanian harus kuat, lalu di saat ingin ketahanan pangan harus kuat, tapi justru subsidi pupuk organik dihapus oleh DPR. Ini jalan keluarnya saya kumpulkan, ada tidak cara lain yang bisa dilakukan oleh BUMN," kata Dahlan di kantornya, Selasa (11/2/2014).



Menurut Dahlan, penghapusan subsidi ini akan menjadi isu yang cukup serius di beberapa daerah mengingat hal itu akan mempengaruhi tingkat produksi beras di Indonesia. "Karena ini menjadi isu yang sangat kuat di daerah, terutama Pak SBY beberapa bulan lalu di Jawa Tengah mencanangkan tahun 2014 go organik, ini kok malah subsidi pupuk organiknya dihapus," ujar Dahlan.



Pencabutan subsidi tersebut tidak hanya mempengaruhi para petani, melainkan juga para pengusaha pengolahan pupuk di daerah. Selama ini pengusaha pengolahan pupuk di daerah itu juga menjadi andalan para petani. Dahlan menambahkan, pupuk organik ini  juga berfungsi untuk mengembalikan kesuburan tanah. Pada zaman pemerintahan orde baru petani dicanangkan menggunakan pupuk kimia demi meningkatkan produktifitas secara signifikan. "Kemudian tanah sawah yang rusak karena terlalu banyaknya menggunakan pupuk kimia masa lalu, sekarang menghidupkan tanah kembali bagaimana kalau program subsidi ini dihapuskan," kata mantan Dirut PLN itu. (Yas/Ahm)


Jumat, 17 April 2015

Kambing

paritas kambing Boerawa


II.  TINJAUAN PUSTAKA

A.    Kambing Boer
Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan dan memiliki pertumbuhan yang cepat. Kambing ini dapat mencapai berat panen 35—45 kg pada umur 5—6 bulan, dengan rataan pertambahan bobot tubuh antara 0,02—0,04 kg/hari, lebih tinggi bila dibandingkan dengan kambing pedaging  lokal yang memiliki bobot panen 20—30 kg. Keragaman ini tergantung pada banyaknya susu dari induk dan ransum pakan sehari-harinya. Persentase karkas Kambing Boer mencapai 40--50% dari berat tubuhnya (Anonimus, 2004).
Kambing Boer dapat dikenali dengan mudah dari tubuhnya yang lebar, panjang, dalam, berbulu putih, berkaki pendek, berhidung cembung, bertelinga panjang menggantung, kepala berwarna cokelat kemerahan atau cokelat muda hingga cokelat tua. Beberapa Kambing Boer memiliki garis putih ke bawah di wajahnya (Ted dan Shipley, 2005). Lebih lanjut dikemukakan bahwa kambing Boer dapat hidup pada suhu lingkungan yang ekstrim, mulai dari suhu sangat dingin (-25oC) hingga sangat panas (43oC) dan mudah beradaptasi terhadap perubahan suhu lingkungan.

B.     Kambing Boerawa
Kambing Boerawa adalah kambing hasil persilangan antara Kambing Boer dan Kambing PE. Ciri-ciri Kambing Boerawa terletak antara kambing Boer dan PE. Kambing Boerawa memiliki telinga agak panjang dan terkulai kebawah sesuai dengan ciri-ciri kambing PE. Kambing Boerawa termasuk kambing tipe pedaging sehingga memiliki performan pertumbuhan yang meliputi bobot lahir, partum- buhan prasapih, dan bobot sapih cukup tinggi  yaitu .
Kambing Boerawa saat ini sudah berkembang baik dan menjadi salah satu komoditi ternak unggulan Provinsi Lampung. Perkembangan yang pesat tersebut berkaitan erat dengan potensi Provinsi Lampung yang besar dalam menyediakan pakan kambing berupa hijauan maupun limbah perkebunan (Ditbangnak, 2004). Lebih lanjut dikatakan bahwa kambing Boerawa terbukti memiliki keunggulan antara lain berat lahir yang lebih tinggi, pertumbuhan berat badan yang lebih cepat, dan menghasilkan daging yang bermutu baik. Bobot badan kambing Boerawa saat sapih  mencapai 17 kg.
C.    Kambing Peranakan Etawa
Kambing PE merupakan hasil persilangan antara kambing Etawa dan  Kacang serta merupakan tipe dwiguna yaitu penghasil susu dan daging; namun di Indonesia dipelihara sebagai kambing pedaging (Williamson dan Payne, 1993). Kambing PE memunyai sifat yang dimiliki diantara kedua sifat tetuanya tergantung pada proporsi genetik yang diwariskan oleh tetuanya. Warna bulu kambing PE bervariasi, ada yang berwarna putih dan cokelat muda serta putih hitam,  dan daun telinganya panjang (Cahyono, 1998).
Kambing PE terbukti memiliki kemampuan adaptasi dengan berbagai lingkungan, dari wilayah tropis hingga subtropik sehingga mampu beradaptasi pula dengan baik terhadap iklim Indonesia (Heriyadi, 2004). Kambing PE sebelumnya hanya tersebar di beberapa lokasi di Pulau Jawa seperti Kecamatan Girimulyo sehingga disebut dengan istilah kambing Jawa, namun kini kambing PE tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia (Yusnandar, 2004).
Produktivitas kambing PE dipengaruhi oleh tata laksana pemeliharaan. Kondisi pemeliharaan yang baik memungkinkan kambing dapat mencapai bobot sapih  sampai 15 kg (Budiasih, 2007).
D.    Bobot Lahir
Menurut Rivai (1995), bobot lahir adalah berat badan anak pada waktu dilahirkan. Anak kambing yang dilahirkan dengan bobot badan yang lebih tinggi pada umumnya memperlihatkan pertumbuhan yang lebih cepat.
Menurut Suwardi (2003), bobot lahir dipengaruhi oleh jenis kelamin anak, bangsa induk, lama bunting, umur induk, dan makanan induk selama bunting. Rivai (1995) menambahkan bahwa bobot lahir juga dipengaruhi oleh factor-faktor yang dimiliki oleh induk seperti genetic induk, manajemen terhadap induk dan paling dominan adalah pemberian makanan selama bunting. Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat Hafez (1969) bahwa pertumbuhan dipengaruhi oleh umur induk, jumlah anak, dan nutrisi induk. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa terdapat perbedaan bobot lahir anak jantan dan betina; dimana bobot lahir anak kambing jantan lebih tinggi dari pada yang betina.
Menurut Sutan (1988), umur induk dan paritas berpengaruh terhadap bobot lahir anak. Berikut ini adalah rata-rata bobot lahir Kambing Boerawa pada paritas ke-2 dan ke-3
Table 1. Bobot Lahir Kambing Boerawa dan PE pada Paritas  ke-2 dan ke-3
Paritas
Rata-rata bobot lahir (kg)
Kambing Boerawa
Kambing PE
Kedua
3,19 ± 0,14
2,67 ± 0,08
Ketiga
3,23 ± 0,13
2,69 ± 0,07
Sumber: Shosan, (2006) dan Budiasih (2007)
Bobot lahir akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya paritas. Hal tersebut disebabkan oleh semakin tuanya umur induk shingga organ-organ tubuh semakin berkembang.
Bobot lahir memunyai hubungan yang erat dengan pertumbuhan. Anak kambing yang bobot lahirnya lebih tinggi akan menyebabkan pertumbuhan yang lebih cepat dan ekonomis dibandingkan dengan anak yang bobot lahirnya lebih rendah pada pemberian jumlah makanan dan kualitas yang sam (Anggorodi, 1979).
E.     Bobot Sapih
Bobot sapih merupakan indikator kemampuan induk dalam menghasilkan susu dan kemampuan anak kambing untuk mendapatkan susu dan tumbuh. Anak kambing yang tumbuh cepat dan mencapai bobot sapih yang tinggi biasanya meengalami pertumbuhan yang sangat pesat pula setelah sapih (Dakhlan dan Sulastri, 2002).
Menurut Edey (1983), bobot sapih dipengaruhi oleh faktor genetik, bobot lahir, produksi susu induk, litter size umur induk, jenis kelamin anak, dan paritas. Anak kambing yang memunyai bobot lahir yang lebih tinggi akan tumbuh lebih cepat sehingga mencapai bobot sapih yang lebih tinggi pula. Hal tersebut disebabkan adanya korelasi genetic yang positif antara bobot lahir dan sapih serta pertumbuhan bobot tubuh dari lahir sampai disapih (Lasley, 1978).
Selain factor genetic, bobot sapih juga dipengaruhi oleh factor induk, tetapi pengaruh tersbut menunjukan penurunan dengan meningkatnya umur induk pada batas waktu tertentu (Nalshom dan Danell, 1996). Anak kambing dengan bobot lahir yang rendah biasanya mendapatkan susu yang lebih sedikit dari induknya sehingga pertumbuhannya lambat. Berikut ini adalah data bobot sapih Kambing Boerawa dan PE pada paritas ke-2 dan ke-3.
Tabel2, Bobot Sapih Kambing Boerawa dan PE pada Paritas Ke-2 dan Ke-3.
Paritas
Rata-rata bobot sapih (kg)
Kambing Boerawa
Kambing PE
Kedua
17,9 ± 1,77
           14,28 ± 2,15         
Ketiga
18,07 ± 1,39
16,33 ± 0,85
Sumber: Shosan, (2006)
Lebih lanjut dinyatakan oleh Edey (1983) bahwa anak kambing yang dilahirkan kembar memiliki bobot lahir yang lebih rendah karena adanya kompetisi untuk mendapatkan nutrisi pada saat dalam masa kebuntingan induknya. Umur induk memengaruhi bobot sapih anak kambing karena induk yang lebih muda akan menghasilkan susu 30% lebih rendah pada saat laktasi pertama dari pada kambing yang lebih dewasa.
F.     Pertumbuhan
Menurut Butterfield (1988) pertumbuhan merupakan proses terjadinya perubahan ukuran tubuh dalam suatu organisme sebelum mencapai dewasa. Perubahan  ukuran meliputi perubahan bobot hidup, bentuk dimensi linear dan komposisi tubuh termasuk pula perubahan pada komponen-komponen tubuh seperti otot, lemak, tulang dan organ dalam serta komponen kimia terutama air, lemak, protein dan abu (Edey, 1983 dan Soeparno, 1992). Pada proses selama pertumbuhan terjadi dua hal yang mendasar yaitu pertambahan bobot hidup yang disebut pertumbuhan dan perubahan bentuk yang disebut perkembangan (Lloyd, dkk., 1978). Pertumbuhan pada umumnya dinyatakan dengan mengukur kenaikan bobot hidup yang mudah dilakukan dan biasanya dinyatakan sebagai pertambahan bobot (PBT) hidup harian atau average daily gain (ADG). Pertumbuhan yang diperoleh dengan memplotkan bobot hidup terhadap umur akan menghasilkan kurva pertumbuhan (Tillman, dkk., 1984 dan Taylor, 1984).
Tumbuh-kembang dipengaruhi oleh faktor genetik, pakan, jenis kelamin, hormon, lingkungan dan manajemen (Williams, 1982 dan Judge, dkk., 1989). Menurut Edey (1983), beberapa faktor utama yang memengaruhi pertumbuhan kambing prasapih adalah genotipe, bobot lahir, produksi susu induk, jumlah anak per kelahiran, umur induk, jenis kelamin anak dan umur sapih.

Pertambahan bobot hidup anak kambing prasapih sangat dipengaruhi oleh jumlah anak yang disapih. Jenis, komposisi kimia (kandungan zat gizi) dan konsumsi pakan mempunyai pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan (Soeparno dan Davies, 1987).  Konsumsi protein dan energi yang lebih tinggi akan menghasilkan laju pertumbuhan yang lebih cepat (Maynard dan Loosli, 1969). Konsumsi pakan yang cukup akan mempercepat pertumbuhan, sedangkan kekurangan pakan dapat menyebabkan berkurangnya bobot hidup (Tillman, dkk.,1984).
Hasil penelitian Budiasih (2007) menunjukkan bahwa rataan pertambahan bobot tubuh kambing Boerawa di Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus untuk paritas ke-2 sebesar 0,146 ± 0,014 kg/hari lebih besar dibandingkan dengan paritas ke-3 sebesar 0,143 ± 0,11 kg/hari. Lebih tingginya pertumbuhan prasapih Kambing Boerawa pada paritas ke-2 disebabkan tingginya tipe kelahiran tunggal pada paritas ke-2 yaitu 9 ekor dibandingkan pada paritas ke-3 yaitu 7 ekor.
G.    Paritas
Menurut Triwulaningsih (1989), paritas induk yaitu urutan keberapa kali melahirkan yang dapat memengaruhi bobot lahir anak. Sutan (1988) menyatakan bahwa umur induk dan paritas berpengaruh terhadap bobot lahir anak (table 1). Rata-rata induk yang melahirkan pada umur lebih tua umumnya berat lahir per individunya lebih tinggi dari pada anak yang dilahirkan dari seekor induk yang lebih muda, hal ini dikarenakan induk-induk muda tumbuh terus selama masa kebuntingan yang pertama, sehingga harus bersaing ketat dengan janin yang ada dalam kandungan untuk bahan makanan yang tersedia (Toelihere, 1981).
Paritas dapat memberikan gambaran aktualisasi kematangan fisik induk kambing. Primipara atau induk kambing yang mengalami dua kali partus memiliki tingkat kematangan fisik sekitar 82--90%, artinya bahwa kambing belum mencapai tingkat pertumbuhan yang optimal (Wathes, dkk., 2005). Sedangkan pluripara atau induk kambing yang mengalami lebih dari dua kali partus sudah memiliki tingkat kematangan fisik.
H.    Produksi Susu
Phalepi (2004) menyatakan bahwa produksi susu dipengaruhi mutu genetik, umur induk, ukuran dimensi ambing, bobot hidup, lama laktasi, tata laksana yang diber-lakukan pada ternak (perkandangan, pakan, dan kesehatan), kondisi iklim setempat, daya adaptasi ternak, dan aktivitas pemerahan. Faktor lain yang berpengaruh terhadap produksi susu adalah proses penyusuan, yang dapat meningkatkan produksi susu induk dan akan menurun tajam ketika anak disapih (Hastono, 2003).
Menurut Phalepi (2004), Produksi susu pada ternak yang umurnya lebih tua lebih tinggi dari pada ternak yang lebih muda, sebab ternak muda masih mengalami proses pertumbuhan. Pendistribusian zat-zat makanan pada ternak-ternak muda hanya sebagian yang digunakan untuk produksi susu dan sebagian lagi untuk pertumbuhan termasuk kelenjar ambing yang masih pada tahap perkembangan .
Sutama (1994) menyatakan bahwa produksi susu kambing PE berkisar 1,5-3,5 l/ekor/hari. Menurut Sudono dan Abulgani (2002), produksi susu kambing PE cukup rendah, yaitu berkisar 0,5–0,9 l /ekor/hari. Atabany (2002) menyatakan bahwa produksi susu kambing berkisar 1-3 l/ekor/hari, tergantung pada bangsa kambing, masa laktasi, suhu lingkungan, pakan, jumlah anak perkelahiran dan tata laksana pemeliharaan. Frekuensi pemerahan per hari juga berpengaruh terhadap produksi susu. Produksi susu meningkat 40% pada pemerahan dua kali sehari daripada pemerahan satu kali. Produksi susu lebih tinggi 5--20% pada pemerahan tiga kali sehari daripada dua kali dan pemerahan empat kali lebih tinggi 5--10% daripada pemerahan tiga kali.
 dEdhy   

Bawang Merah

PENGARUH KONSENTRASI PUPUK ORGANIK CAIR TERHADAP
PERTUMBUHAN DAN HASIL BEBERAPA VARIETAS
BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L. )

Oleh
 Mutia Oktazana *)
0910005301036

Di bawah bimbingan  M. Zulman Harja Utama dan Milda Ernita
*) Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Tamansiswa Padang 2014
ABSTRAK
Percobaan pengaruh konsentrasi pupuk organik cair terhadap pertumbuhan dan hasil beberapa varietas bawang merah (Allium ascalonicum. L.) telah dilakukan di lahan kering Jorong Paraman Nagari Sinuruik Kec. Talamau Kab. Pasaman Barat pada ketinggian ± 750 mdpl dari bulan Mei – Agustus 2013. Tujuan percobaan adalah untuk mendapatkan interaksi Pupuk Organik Cair dan Varietas Bawang Merah terbaik terhadap pertumbuhan dan hasil, dan mengetahui varietas yang cocok pertumbuhan di Kec. Talamau. Percobaan ini  menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial dengan dua faktor. Faktor pertama adalah varietas bawang merah Varietas Gajah( V1 ), Varietas Fhilipina ( V2 ), Varietas Medan ( V3 ), Varietas Birma ( V4 ). Faktor kedua adalah konsentrasi pupuk organik cair yaitu 4 ml/l ( P1 ) dan 6 ml/l ( P2 ). Dari hasil percobaan  Pemberian Pupuk Organik Cair terhadap beberapa varietas bawang merah memberikan interaksi terbaik terhadap jumlah umbi per plot bawang merah, dan Perlakuan Varietas gajah dengan konsentrasi POC 4 ml/l mampu menghasilkan bobot kering umbi perplot..
   Kata kunci : Bawang Merah, Pupuk Organik Cair

PENDAHULUAN
Bawang merah termasuk sayuran unggulan nasional yang dikonsumsi setiap hari oleh masyarakat, namun belum banyak keragaman varietasnya, baik varietas lokal maupun varietas unggul nasional.  Hal ini disebabkan perbanyakan bawang merah dengan menggunakan umbi sehingga tidak terjadi segregasi maupun keragaman dalam varietasnya.  Bawang merah  dikenal sebagai sayuran yang sangat fluktuatif  harga maupun produksinya.  Hal ini terjadi karena pasokan produksi yang tidak seimbang antara panenan pada musimnya serta panenan di luar musim (Baswarsiati et al, 2001 ).
Pertumbuhan produksi rata-rata bawang merah selama periode 1989-2004 adalah sebesar 5,4% per tahun. Komponen pertumbuhan areal panen (4,3%) ternyata lebih banyak memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan produksi bawang merah dibandingkan dengan komponen produktifitas (1,1%) (Deptan, 2007). Rata-rata produksi bawang merah menurun dari 119,74 Kw/Ha pada tahun 2004 menjadi 91,40Kw/Ha pada tahun 2007 (BPS, 2008). Sementara itu kebutuhan domestik untuk komoditi bawang merah pada tahun 2010 mencapai 976.284 ton (Deptan, 2007). Analisis data ekspor-impor 2003-2008 mengindikasikan bahwa selama periode tersebut Indonesia adalah net importer bawang merah, karena volume ekspor untuk komoditas ini secara konsisten selalu lebih rendah dibandingkan volume impornya (Hortikultura, 2010).
Di Indonesia banyak dijumpai jenis varietas bawang merah, hal ini ditunjukkkan dengan adanya perbedaan dalam ukuran dan warna umbi. Berdasarkan data FAO (2010), negara penghasil bawang merah terbanyak di dunia adalah China, India, Amerika, dan Pakistan. Untuk memenuhi kebutuhan varietas bawang merah diantaranya birma, philipin, medan, sumenep, kuning di berbagai daerah, Indonesia mengimpor komoditi ini dari negara India, Pakistan, dan China (Hariansib, 2010). Berdasarkan data tersebut, komoditi ini memiliki potensi yang cukup besar karena sesuai dengan ketinggian tempat, penyinaran matahari, suhu untuk dikembangkan diwilayah Indonesia termasuk Sumatera  Barat.
Dalam meningkatkan produksi bawang merah salah satu upaya yang dilakukan  adalah menjaga keseimbangan hara yang diberikan melalui Pupuk Organik Cair (POC) yang berfungsi sebagai katalisator untuk mengaktifkan dan mengefisiensikan pemakaiaan unsur hara makro dan mikro. Jenis POC Herbafarm merupakan jenis pupuk baru yang dikeluarkan oleh PT. Sidomuncul merupakan pupuk bio organik yang mengandung nutrisi organik yang bermanfaat bagi tanaman diantaranya C-organik 6,39%, N 2,24%, P2O5 1,91%, Seng (Zn) 0,002%, Tembaga (Cu) 2,49 ppm, Mangan (Mn) 0,003%, Kobalt (CO) 0,74 ppm, Boron (B) 0,100 %, Molibdenum (Mo) <0,001 %, Besi (Fe) 0,028%. Disamping itu juga mengandung mikro organisme tanah yang bermanfaat sebagai dekomposer (pengurai) dan penyedia nutrisis dari alam (Anonim, 2012). Dalam aplikasinya pemberian POC disemprotkan melalui daun sehingga dapat menjaga tanah dari kerusakan.Tujuan penelitian adalah Mendapatkan interaksi terbaik antara konsentrasi Pupuk Organik Cair dan varietas bawang merah terhadap pertumbuhan dan hasil bawang merah. Mendapatkan konsentrasi Pupuk Organik Cair terbaik untuk pertumbuhan dan hasil varietas bawang merah.


BAHAN DAN METODE
Percobaan tentang Adaptasi beberapa Varietas Bawang Merah (Allium ascalonium. L) Dengan Pemberian Pupuk Organik Cair ini telah dilakukan di lahan kering Jorong Paraman Nagari Sinuruik Kecamatan Talamau Sumatera Barat, dengan ketinggian ± 750 m dari permukaan laut, curah hujan rata – rata 2000 – 6200 m pertahun, dengan suhu rata – rata 250 C. Jenis tanah Ultisol dan pH 5,5 – 6,5 (Anonim, 2011a) dari bulan Mei – Agustus 2013. Jadwal pelaksanaan penelitian disajikan pada Lampiran Tabel 1.
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini antara lain bawang merah Varietas Gajah, Varietas Philipina, Varietas Medan, Varietas Birma, pupuk organik cair Herbafarm Bio Organik, Insektisida Decis 25 EC, Fungisida Antracol 70 WP. Sedangkan alat yang digunakan antara lain cangkul, parang, ember plastik, hand sprayer, meteran, timbangan, ajir, kayu, papan, cat dan alat-alat tulis.
Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap disusun faktorial. Faktor pertama yaitu Varietas bawang merah, terdiri dari : V1 = Varietas Gajah, V2 = Varietas Philipina, V3 = Varietas Birma, V4 = Varietas Medan. Faktor kedua adalah konsentrasi pupuk organik cair Herbafarm, yaitu : P1 = 4 ml/l air, P2 = 6 ml/l air. Perlakuan ini terdiri dari 8 kombinasi perlakuan dan 3 ulangan, sehingga seluruh plot berjumlah 24 plot, dalam tiap - tiap plot terdiri dari 20 tanaman dengan 4 tanaman sampel . Data hasil pengamatan dianalisis dengan sidik ragam. Apabila F hitung > dari F tabel 5 % dilanjutkan dengan Duncan’s Multiple Rangee Test (DMRT) pada taraf 5 %. Denah percobaan menurut RAL faktorial disajikan pada Lampiran 2.
 Pengolahan tanah dilakukan 2 kali dengan mencangkul sedalam 20 - 30 cm dengan interfal waktu satu minggu. Kemudian dibuat plot – plot  dengan ukuran 1,0 m x 0,8 m, sebanyak 24 buah, dan 4 plot untuk tanaman sisipan. Jarak antar plot 40 cm dan jarak dalam plot 40 cm. Letak tanaman sampel disajikan pada Lampiran3.
Bibit yang akan digunakan  dalam percobaan ini adalah Varietas Gajah, Varietas Philipina, Varietas Medan, Varietas Birma, yang telah diseleksi dalam pemilihan umbi yang akan digunakan antara lain : ukuran umbi dipilih yang berukuran diameter 2 – 3 cm, umbi tunggal dan sehat. Umbi dipanen pada umur tanaman 100 – 110 hari setelah tanam.
Label dipasang setelah pengolahan tanah sebagai pananda perlakuan, sedangkan ajir dipasang bersamaan dengan penanaman untuk mempermudahkan dalam pengukuran.
Penanaman dilakukan dilahan yang telah dibuat lubang – lubang kecil yang dibuat menggunakan penunggal kecil dengan jarak tanam 20 x 20 cm. Bibit yang sebelumnya sudah dipotong 1/3 ujungnya, dimasukkan kedalam lubang yang telah disediakan lalu bagian atasnya ditutup dengan tanah tipis. Pemberian POC Herbafarm diberikan dengan cara disemprotkan ketanaman sampai membasahi seluruh daun tanaman. Penyemprotan diberikan sebanyak 3 kali yaitu umur tanaman 2, 4 dan 6 minggu setelah tanam. Penyemprotan dilakukan pada pagi hari.
Pupuk dasar diberikan adalah Urea 300 kg/ha atau 6,75 kg/ha, KCl 200 kg/ha atau 4,50 kg/ha, dan TSP 300 kg/ha atau 6,75 kg/ha (Singgih, 2013). Pemberian pupuk Urea 1/3 bagian dan keseluruhan KCl dan TSP diberikan pada saat tanam, 1/3 bagian urea pada umur 35 hari setelah tanaman dan 1/3 bagian lagi pada umur 45 hari setelah tanam.pemupukan dilakukan dengan cara menaburkan secara merata disekeliling tanaman kemudian ditutup dengan sedikit tanah.
Penyiraman dilakukan pada sore hari kalau hari tidak hujan sampai kondisi tanahnya menjadi lembab. Penyisipan dilakukan 5 hari setelah tanam, bila ada tanaman yang mati atau pertumbuhannya yang kurang baik maka dilakukanlah penyisipan dari bibit yang telah disediakan sebelumnya. Penyiangan dilakukan pada umur 3 minggu dan 6 minggu setelah tanam secara manual. Penyiangan dilakukan dengan mencabut semua gulma yang tumbuh dilahan percobaan yang selanjutnya diikuti oleh pembubunan.
Saat percobaan pengendalian hama dilakukan dengan menyemprotkan Insektisida Decis 2,5 EC dengan konsentrasi 2 cc/l air, sedangkan pencegahan penyakit digunakan Fungisida Antracol WP dengan konsentrasi masing – masing 2 g/l air. Penyemprotan dilakukan 14 setelah tanam, selanjutnya disesuaikan dengan kondisi lingkungan.
Pengamatan tanaman bawang merah terdiri dari :
1. Pengamatan tinggi tanaman dimulai 2 minggu setelah tanam dan selanjutnya tiap seminggu sekali sampai tidak ada lagi pertumbuhan tingginya. Tinggi tanaman diamati dari batas yang diberi tanda ajir sampai ujung daun yang tertinggi. Data dapat ditambah 10 cm dari tinggi ajir yang diberi tanda hal ini bertujuan untuk mengukur tinggi tanaman mulai dari umbi tanaman didalam tanah.
2. Pengamatan jumlah daun perumpun dimulai 2 minggu setelah tanam dan selanjutnya tiap seminggu sekali sampai tidak ada lagi pertumbuhan daunnya. Jumlah daun perumpun diamati dengan menghitung jumlah daun yang muncul diatas permukaan tanah dengan panjang lebih 2 cm.
3. Pengamatan jumlah umbi per plot dilakukan setelah tanaman dipanen dengan cara menghitung semua umbi yang terdapat dalam satu rumpun tanaman.
4. Pengamatan bobot umbi segar perumpun dilakukan setelah tanaman dipanen. Kemudian umbi dibersihkan dari kotoran dan tanah yang menempel, selanjutnya daun dipotong sekitar 3 cm diatas leher umbi kemudian ditimbang umbinya.
5. Pengamatan umbi kering perumpun dilakukan setelah umbi dikeringkan  selama 5 hari, selanjutnya baru ditimbang umbinya.
6. Semua umbi setiap plot yang telah dipanen dan dibersihkan dari kotoran tanah yang menempel, kemudian dipotong daunnya sekitar 3 cm diatas leher akar. Selanjutnya umbi dikeringkan selama 5 hari dan ditimbang setiap plotnya.
Sedangkan untuk mendapatkan berat umbi kering perhektar digunakan rumus :
Bobot umbi perhektar (ton) = 10.000 m x berat umbi kering perplot
                                                   0,8 m

 HASIL DAN PEMBAHASAN
Tinggi Tanaman
Tabel 1. Tinggi tanaman beberapa varietas bawang merah dengan pemberian pupuk organik cair Herbafarm umur 8 minggu setelah tanam.

Varietas
Konsentrasi  ml/l
Rata-rata
4
6
……………….....cm…..……………..
Gajah
36.33
38.00
37.16
Philipina
39.33
36.00
37.66
Medan
36.67
35.00
35.00
Birma
35.33
33.67
33.67
Rata-rata
36.91
35.66

KK
19,48

Tabel 1 memperlihatkan tinggi tanaman beberapa varietas bawang merah dengan pemberian pupuk organik cair Herbafarm tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata. Pada varietas Gajah dengan tinggi tanaman yaitu 37. 16 cm berbeda tidak nyata dengan varietas Philipina, Medan, dan Birma yaitu 37.66 cm, 35.00cm. 33.67cm. Pada Tabel 1 memperlihatkan tinggi tanaman dengan pemberian pupuk organik cair 4 ml/l yaitu 36.91 cm berbeda tidak nyata dengan pemberian pupuk organik cair 6 ml/l yaitu 35.66 cm.
Tinggi tanaman yang dicapai tanaman bawang merah hampir sama dengan deskripsi potensi tinggi tanaman bawang merah varietas gajah yaitu 35-43, philipina yaitu 36-45, birma yaitu 25-44 dan medan yaitu 26,9 – 41,3. Hal ini diduga terjadi akibat unsur N yang terkandung di dalam tanah lebih dominan sehingga dapat menetralisir pengaruh konsentrasi POC Herbafarm yang diberikan.    
Prasetya, Kurniawan dan Febrianingsih (2009) menjelaskan bahwa unsur nitrogen bermanfaat untuk pertumbuhan vegetatif tanaman yaitu pembentukan sel-sel baru seperti daun, cabang, dan mengganti sel-sel yang rusak. Setyamidjaja (1986) mengemukakan bahwa apabila tanaman kekurangan unsur N tanaman akan memperlihatkan pertumbuhan yang kerdil.
Jumlah Daun Perumpun 
Tabel 2. Jumlah daun perumpun beberapa varietas bawang merah dengan pemberian pupuk organik cair Herbafarm 8 minggu setelah tanam.

Varietas
Konsentrasi  ml/l
Rata-rata
4
6
……………….....Helai…..……………..
Gajah
38.33
36.33
37.33
Philipina
35.33
35.33
35.33
Medan
36.33
36.67
36.50
Birma
36.00
36.00
36.00
Rata-rata
36.49
36.08

KK
19,48

Tabel 2 memperlihatkan jumlah tanaman beberapa varietas bawang merah dengan pemberian pupuk organik cair Herbafarm berpengaruh tidak nyata. Pada varietas Gajah dengan jumlah daun yaitu 37. 33 lembar berbeda tidak nyata dengan varietas Philipina, Medan, dan Birma yaitu 35.33 lembar, 36.00 lembar dan 36.00 lembar. Pada Tabel 1 memperlihatkan jumlah daun tanaman dengan pemberian pupuk organik cair 4 ml/l yaitu 36.49 lembar berbeda tidak nyata dengan pemberian pupuk organik cair 6 ml/l yaitu 36.08 lembar.
Selain perbedaan unsur N yang diterima tanaman dari berbagai konsentrasi POC, perbedaan jumlah daun yang tidak cukup berarti akibat berbagai konsentrasi POC kemungkinan disebabkan oleh curah hujan yang tinggi pada saat penelitian. Curah hujan yang tinggi menyebabkan unsur hara ikut tercuci oleh air hujan yang menjadi penyebab hanyutnya unsur hara sehingga kurang termanfaatkan oleh tanaman.
Lingga dan Marsono (2000) menyatakan faktor yang mempengaruhi tekanan turgor ialah banyaknya air yang terbuang lewat penguapan daun. Hal ini erat kaitannya dengan terik matahari, angin dan hujan. Jika matahari terlalu terik dan angin terlalu kencang maka penguapan akan banyak terjadi. Begitu juga jika hujan, pupuk yang diberikan lewat daun akan ikut tercuci dan terbawa air perkolasi.
Jumlah Umbi Perumpun
Tabel 3. Jumlah umbi perumpun beberapa varietas bawang merah dengan pemberian pupuk organik cair Herbafarm

Varietas
Konsentrasi ml/l
Rata-rata
4
6
……………….....siung…..……………..
Gajah
10.67
8.00
9,33 A
Philipina
8.67
7.33
8,00 A
Medan
6.00
5.00
5,50 B
Birma
4.00
3.33
3,67 B
Rata-rata
7.33 a
5.91 b

KK
19,48
Angka-angka sebaris diikuti huruf kecil dan angka-angka selajur diikuti huruf besar yang sama berbeda tidak nyata menurut DMRT 5%.

Pada Tabel 3 memperlihatkan jumlah umbi perumpun beberapa varietas bawang merah dengan pemberian pupuk organik cair Herbafarm berinteraksi tidak nyata. Pada varietas Gajah terlihat jumlah umbi perumpun dengan rata-rata yaitu 9,33 siung berbeda tidak nyata dengan Varietas Philipina yaitu 8,00 siung dan berbeda nyata dengan varietas Medan dan Birma dengan rata-rata jumlah umbi perumpun yang masing-masingnya yaitu 5,50 siung dan 3,67 siung.
Pada Tabel 3 memperlihatkan jumlah umbi perumpun dengan pemberian pupuk organik cair 4 ml/l yaitu dengan rata-rata 7,33 siung berbeda nyata dengan pemberian pupuk organik cair 6 ml/l yaitu 5,91 siung.
Berbedanya jumlah umbi perumpun antar varietas bawang merah diduga karena pengaruh sifat genetik yang dimiliki oleh varietas bawang merah dan interaksinya dengan faktor lingkungan. Makmur (2010) menyatakan bahwa banyaknya jumlah umbi perumpun yang dihasilkan oleh tanaman bawang merah ditentukan oleh faktor genetik dan lingkungan. Hal ini berkaitan dengan jumlah daun perumpun karena organ ini mempunyai peran penting dalam fotosintesis. Proses fotosintesis yang terjadi didaun akan mempengaruhi jumlah makanan yang akan disimpan didalam umbi dan juga akan berpengaruh pada bobot dan jumlah umbi yang dihasilkan.
Bobot Umbi Segar Perumpun
Tabel 4. Bobot segar umbi perumpun beberapa varietas bawang merah dengan pemberian pupuk organik cair Herbafarm

Varietas
Konsentrasi ml/l
Rata-rata
4
6

                   …………….g…………………..

Gajah
99.00
95.00
97,00 A
Philipina
93.00
85.00
89,00 A
Medan
83.00
80.33
81,67 A
Birma
77.67
69.33
73,50 B
Rata-rata
88,16 a
82.41 b

KK
4,69

Angka-angka sebaris diikuti huruf kecil dan angka-angka selajur diikuti huruf besar yang sama berbeda tidak nyata menurut DMRT 5%

Pada Tabel 4 diatas memperlihatkan bobot segar umbi perumpun beberapa varietas bawang merah dengan pemberian pupuk organik cair Herbafarm berbeda tidak nyata. Pada varietas Gajah terlihat bobot segar umbi perumpun dengan pemberian pupuk organik cair  yaitu 97,00 g berbeda tidak nyata dengan varietas Philipina dan varietas Medan yang masing-masingnya yaitu 89,00 g dan 81,67 g, berbeda nyata dengan varietas Birma yaitu 73,50 g.
Pada Tabel 4 juga memperlihatkan pemberian pupuk organik cair pada setiap varietas yaitu dengan pemberian 4 ml/ltr air berbeda nyata dengan pemberian pupuk organik cair 6 ml/ltr air. tidak berbedanya bobot basah umbi perumpun varietas tanaman bawang merah dipengaruhi oleh unsur hara yang terkandung didalam POC diduga dipengaruhi oleh pertumbuhan tanaman seperti tinggi tanaman perumpun (Tabel 1), jumlah daun perumpun (Tabel 2), dan jumlah umbi perumpun (Tabel 3) dan kemampuan organ tanaman dalam memanfaatkan cahaya matahari untuk melakukan proses fotosintesis, serta memanfaatkan faktor lingkungan dalam mengabsorsi zat makanan, sehingga umbi yang terbentuk lebih besar (Harjadi, 2006).
Bobot Kering Umbi Perumpun
Tabel 5. Bobot kering umbi perumpun beberapa varietas bawang merah dengan pemberian pupuk organik cair Herbafarm
Varietas
Konsentrasi ml/l
Rata-rata
4
6
                   ……………..g……………………

Gajah
91.67
95.67
93,67 A
Philipina
88.33
81.33
84,83 A
Medan
74.33
71.33
72,83 A
Birma
69.00
58.33
63,67 B
Rata-rata
80.83a
76.66a

KK
6,51

Angka-angka sebaris diikuti huruf kecil dan angka-angka selajur diikuti huruf besar yang sama berbeda tidak nyata menurut DMRT 5%.

Pada Tabel 5 diatas memperlihatkan bobot segar umbi perumpun beberapa varietas bawang merah dengan pemberian pupuk organik cair Herbafarm berbeda tidak nyata. Pada varietas Gajah terlihat bobot segar umbi perumpun dengan pemberian pupuk organik cair  yaitu 93,67 g berbeda tidak nyata dengan varietas Philipina dan varietas Medan yang masing-masingnya yaitu 84,83 g dan 72,83 g, berbeda nyata dengan varietas Birma yaitu 63,67 g.
Pada Tabel 5 juga memperlihatkan pemberian pupuk organik cair pada setiap varietas yaitu dengan pemberian 4 ml/l dengan rata-rata yaitu 80,83 g berbeda tidak nyata dengan pemberian pupuk organik cair 6 ml/l yaitu dengan rata-rata 76,66 g. Jumlah umbi juga meningkatkan bobot kering umbi perumpun, pada pemberian yang sama. Jika dihubungkan dengan pertumbuhan vegetatif (Tabel 1, 2) bahwa pemberian POC 4 ml/l air menunjukkan hasil tertinggi. Sebagai mana telah dijelaskan bahwa Pemberian POC yang tepat mengakibatkan pertumbuhan akar yang optimal sehingga serapan hara dan air juga optimal. Dengan tersedianya CO2 dan air, kemudian Clorophyl, adanya peran kalium salah satunya mentransfer karbohidrat dan protein optimal, sehingga terjadi peningkatan bobot umbi kering perumpun.
Bobot Kering Umbi Perplot
Tabel 6. Bobot kering umbi perplot beberapa varietas bawang merah dengan pemberian pupuk organic cair Herbafarm
Varietas
Konsentrasi ml/l
4
6
     ……………………. g…………………..
Gajah
982.67 aA
953.33 aA
Philipina
917.00 aA
830.67 aA
Medan
839.67aA
679.67 bB
Birma
666.67 bB
680.67 bB
KK
5,19
Angka-angka sebaris diikuti huruf kecil dan angka-angka selajur diikuti huruf besar yang sama berbeda tidak nyata menurut DMRT 5%.

Pada Table 6 memperlihatkan hasil bobot kering umbi perplot beberapa varietas bawang merah pada beberapa taraf konsentrasi pupuk organik cair berpengaruh nyata. Pada varietas Gajah dengan pemberian pupuk organik cair 4 ml/l interaksi terbaik diperoleh yaitu 9.82 kg, walaupun hasil tersebut tidak berbeda dengan varietas gajah dengan konsentrasi 6 ml/l, varietas philipina pada konsentrasi 4 ml/l dan varietas medan pada konsentrasi 4 m/l. sedangkan pada varietas Birma dengan pemberian pupuk organik cair 4 ml/l memperlihatkan interaksi terendah yaitu 6.66 kg.
Pada varietas Gajah dengan pemberian pupuk organik cair 4 ml/l berbeda tidak nyata dengan pemberian pupuk organik cair 6 ml/l yaitu 9.82 kg dan 9.53 kg. pada varietas Philipina dengan pemberian pupuk organik cair 4 ml/l berbeda tidak nyata dengan pemberian pupuk organik cair 6 ml/l yaitu 9.17 kg dan 8.30 kg. pada varietas Medan dengan pemberian pupuk organik cair 4 ml/ l berbeda sangat nyata dengan pemberian pupuk organik cair 6 ml/l yaitu 8.39 kg dan 6.79 kg, sedangkan pada varietas Birma dengan pemberian pupuk organik cair 4 ml/l berbeda tidak nyata dengan pemberian pupuk organik cair 6 ml/l yaitu 6.66 kg dan 6.80 kg.
Pada pemberian pupuk organic cair 4 ml/lt air dengan varietas Gajah berbeda tidak nyata dengan varietas Philipina dan Medan, Berbeda sangat nyata dengan varietas Birma yang masing-masingnya 9.82 kg, 9.17 kg, 8.39 kg dan 6.66 kg. pada pemberian pupuk organik cair 6 ml/l dengan varietas gajah berbeda tidak nyata dengan varietas Philipina, berbeda sangat nyata dengan varietas Medan Dan Birma yang masing-masingnya 9.53 kg, 8.30 kg, 6.79 kg, dan 6.80 kg.
Bobot kering menunjukkan hasil terbaik pada pemberian pupuk organik cair dengan dosis 4 ml/l air. Bobot kering tanaman sangat dipengaruhi oleh unsur hara yang sesuai dengan kebutuhan tanaman dan cahaya yang diterima oleh tanaman. Gardner et al.(1991), menyatakan bahwa peningkatan bobot kering dipengaruhi oleh laju fotosintetis, dimana laju fotosintetis dapat berjalan jika tanaman dapat menerima dan menggunakan cahaya matahari secara optimal. 
Bobot Kering Umbi Ha -1
Tabel 7. Bobot kering umbi perplot beberapa varietas bawang merah dengan pemberian pupuk organic cair Herbafarm

Varietas
Konsentrasi ml/l
4
6
…………………….ton…………………..
Gajah
12.28
11.91
Philipin
11.91
10.38
Medan
11.46
8.49
Birma
8.33
8.50

Table 7 memperlihatkan bobot kering umbi bawang merah pada varietas Gajah dengan pemberian pupuk organik cair Herbafarm 4 ml/lt air memperlihatkan interaksi terbaik yaitu 12.28 ton, sedangkan bobot kering umbi pada varietas Birma dengan pemberian pupuk organic cair Herbafarm 6 ml/lt air merupakan interaksi terendah yaitu 8.50 ton.
Setiap tanaman dosis POC yang diberikan akan mempengaruhi besar kecilnya kandungan hara dalam pupuk tersebut, tetapi belum dapat dijamin bahwa semakin besar dosis yang diberikan akan  semakin meningkatkan pertumbuhan tanaman. Sebab tanaman juga memiliki batas dalam penyerapan hara untuk kebutuhan hidupnya. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Sarwono Hardjowigeno (1989), bahwa jumlah unsur hara yang diperlukan untuk menyusun bagian-bagian tanaman tersebut berbeda untuk setiap jenis tanaman maupun untuk jenis tanaman yang sama tetapi dengan tingkat produktivitas yang berbeda. Pemberian pupuk organik dapat memperbaiki sifat-sifat tanah.

SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan yaitu interaksi perlakuan Varietas Gajah dengan konsentrasi POC 4 ml/l mampu menghasilkan bobot kering umbi perplot sebesar 12.28 ton/ha. Berdasarkan kesimpulan diatas disarankan menggunakan varietas Gajah dan Pupuk Organik Cair Herbafarm dengan konsentrasi 4 ml/l meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011. Profil dan Monografi Kenagarian Sinuruik. Kenagari Sinuruik, Kecamatan Talamau. 57 halaman

______ . 2012. Herbafarm Bio Organik. Penerbit. PT. Nutrend International. Jakarta. 8 halaman

Baswarsiati, T.Purbiati, L. Moenir. 2001.  Uji multilokasi calon  varietas unggul bawang merah adaptif lingkungan spesifik di sentra produksi Jawa Timur.  Pros. Seminar Hasil Penelitian/pengkajian.  BPTP Karangploso. 54 halaman

BPS. 2008. Sumatera Utara dalam Angka 2008. BPS Sumatera Utara. Medan.

Deptan, 2007 . Prospek Dan Arah Pengembangan Agribisnis Bawang Merah. Deptan. 24 halaman

FAO. 2010. Top Production – Onions, dry 2008. http://faostat.fao.org  [25 Februari 2014].

Gardner, F.P., R.B. Pearre dan R.L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanama Budidaya.            Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Hariansib. 2010. Sumut Pasok Bawang Merah dari Brebes dan India. http://hariansib.com [25 Februari 2014].

Harjadi S. S, 2006. Pengantar Agronomi. Gapustaka Utama. Jakarta. 197 halaman.

Hortikultura, 2010. Pengenalan dan pengendalian beberapa OPT Benih Hortikultura. 36 halaman

Lingga P dan Marsono. 2000. petunjuk penggunaan pupuk. Penebar Swadaya. Jakarta. 161 halaman

Makmur A. 2010. Pokok-pokok Pengantar Pemuliaan Tanaman. Bima Aksara. Jakarta
Prasetya, B., S, Kurniawan, dan Febrianingsih. 2009. Pengaruh Dosis dan Frekuensi Pupuk Cair Terhadap Serapan dan Pertumbuhan Sawi  ( Brassica junsea L. ) Pada Entisol. Univ. Brawijaya. Malang.

Sarwono H.W, 1989. Ilmu Tanah.  Medyatama Sarana Perkasa. Jakarta. 233 Hal.

Singgih. W. 2013. Budidaya Bawang. Penerbit Penebar Swadaya, Jakarta. 120 halaman